Muhammad al-Fatih.
TTL :  Bekasi .22-08-2012
Jam :  05 : 30 am
Berat :  2 , 8 kg
Panjang : 50 cm


Moment bersejarah dalam hidup yang membuatku sejenak merasa trauma  he he he.
Rasa yang luarbiasa hebat yg tak terbayang sebelumnya......  Semoga menjadi hamba yang taat sama Allah & RasulNya juga berbakti pada orang tuannya.Amiiin.

Jurus Jitu Mendidik Anak



Ada tulisan menarik mengenai kiat dan cara mendidik anak yang ditulis oleh Ustadz Abdullah Zaen Lc. M.A. dan disebarluaskan dalam bentuk ebook oleh yufid.com mesin pencari ilmu Islam. Melihat pembahasannya yang sangat penting dan menarik maka saya postingkan di blog ini. Semoga memberi manfaat bagi para pembaca yang sudah memiliki anak atau pun yang baru mau memiliki anak.

PROLOG

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Di bulan Ramadhan tahun ini (1432 H, pen.), kami mendapat amanah untuk mengimami shalat Tarawih dan Subuh di Masjid Agung Darussalam Purbalingga selama lima hari. Masih dalam rangkaiannya, kami ditugaskan untuk memberikan kuliah Tarawih dan kuliah Subuh. Kebetulan materi pengajian Tarawih seputar pilar-pilar penting dalam mendidik anak. Karena banyaknya permintaan dari jama’ah, bahan materi tersebut kami kumpulkan dalam bentuk makalah yang kami beri judul “Jurus Jitu Mendidik Anak”. Tentu masih terlalu jauh dari format sempurna, namun semoga yang sederhana ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak -yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu- yang turut andil dalam amal salih ini. Tegur sapa para pembaca kami nantikan. Selamat menelaah!

JURUS PERTAMA: MENDIDIK ANAK PERLU ILMU

Ilmu merupakan kebutuhan primer setiap insan dalam setiap lini kehidupannya, termasuk dalam mendidik anak. Bahkan kebutuhan dia terhadap ilmu dalam mendidik anak, melebihi kebutuhannya terhadap ilmu dalam menjalankan pekerjaannya. Namun, realita berkata lain. Rupanya tidak sedikit di antara kita mempersiapkan ilmu untuk kerja lebih banyak daripada ilmu untuk menjadi orangtua. Padahal tugas kita menjadi orangtua dua puluh empat jam sehari semalam, termasuk saat tidur, terjaga serta antara sadar dan tidak. Sementara tugas kita dalam pekerjaan, hanya sebatas jam kerja.
Betapa banyak suami yang menyandang gelar bapak hanya karena istrinya melahirkan. Sebagaimana banyak wanita disebut ibu semata-mata karena dialah yang melahirkan. Bukan karena mereka menyiapkan diri menjadi orangtua. Bukan pula karena mereka memiliki kepatutan sebagai orangtua. Padahal, menjadi orangtua harus berbekal ilmu yang memadai.
Sekadar memberi mereka uang dan memasukkan di sekolah unggulan, tak cukup untuk membuat anak kita menjadi manusia unggul. Sebab, sangat banyak hal yang tidak bisa dibeli dengan uang. Uang memang bisa membeli tempat tidur yang mewah, tetapi bukan tidur yang lelap. Uang bisa membeli rumah yang lapang, tetapi bukan kelapangan hati untuk tinggal di dalamnya. Uang juga bisa membeli pesawat televisi yang sangat besar untuk menghibur anak, tetapi bukan kebesaran jiwa untuk memberi dukungan saat mereka terempas. Betapa banyak anak-anak yang rapuh jiwanya, padahal mereka tinggal di rumah-rumah yang kokoh bangunannya. Mereka mendapatkan apa saja dari orangtuanya, kecuali perhatian, ketulusan dan kasih sayang!

Ilmu Apa Saja yang Dibutuhkan?

Banyak jenis ilmu yang dibutuhkan orangtua dalam mendidik anaknya. Mulai dari ilmu agama dengan berbagai variannya, hingga ilmu cara berkomunikasi dengan anak.
Jenis ilmu agama pertama dan utama yang harus dipelajari orangtua adalah akidah. Sehingga ia bisa menanamkan akidah yang lurus dan keimanan yang kuat dalam jiwa anaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan bagaimana membangun pondasi tersebut dalam jiwa anak, dalam salah satu sabdanya untuk Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَ إِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِالله
“Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah.” (H.R. Tirmidzi dan beliau berkomentar, “Hasan sahih”).
Selanjutnya ilmu tentang cara ibadah, terutama shalat dan cara bersuci. Demi merealisasikan wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk para orangtua,
مُرُوا أَوِلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْر
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat berumur tujuh tahun, dan pukullah jika enggan saat mereka berumur sepuluh tahun.” (H.R. Abu Dawud dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani).
Bagaimana mungkin orangtua akan memerintahkan shalat pada anaknya, jikalau ia tidak mengerti tatacara shalat yang benar. Mampukah orang yang tidak mempunyai sesuatu, untuk memberikan sesuatu kepada orang lain?
Berikutnya ilmu tentang akhlak, mulai adab terhadap orangtua, tetangga, teman, tidak lupa adab keseharian si anak. Bagaimana cara makan, minum, tidur, masuk rumah, kamar mandi, bertamu dan lain-lain. Dalam hal ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempraktikkannya sendiri, antara lain ketika beliau bersabda menasihati seorang anak kecil,
يَاغُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ
“Nak, ucapkanlah bismillah (sebelum engkau makan) dan gunakanlah tangan kananmu.” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Umar bin Abi Salamah)
Yang tidak kalah pentingnya adalah: ilmu seni berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak. Bagaimana kita menghadapi anak yang hiperaktif atau sebaliknya pendiam. Bagaimana membangun rasa percaya diri dalam diri anak. Bagaimana memotivasi mereka untuk gemar belajar. Bagaimana menumbuhkan bakat yang ada dalam diri anak kita. Dan berbagai konsep-konsep dasar pendidikan
anak lainnya.

Ayo Belajar!

Semoga pemaparan singkat di atas bisa menggambarkan pada kita urgensi ilmu dalam mendidik anak. Sehingga diharapkan bisa mendorong kita untuk terus mengembangkan diri, meningkatkan pengetahuan kita, menghadiri majlis taklim, membaca buku-buku panduan pendidikan. Agar kita betul-betul menjadi orangtua yang sebenarnya, bukan sekedar orang yang lebih tua dari anaknya!

JURUS KEDUA: MENDIDIK ANAK PERLU KESALIHAN ORANG TUA

Tentu Anda masih ingat kisah ‘petualangan’ Nabi Khidir dengan Nabi Musa ‘alaihimas salam. Ya, di antara penggalan kisahnya adalah apa yang Allah sebutkan dalam surat al-Kahfi. Manakala mereka berdua memasuki suatu kampung dan penduduknya enggan untuk sekadar menjamu mereka berdua. Sebelum meninggalkan kampung tersebut, mereka menemukan rumah yang hampir ambruk. Dengan ringan tangan Nabi Khidir memperbaiki tembok rumah tersebut, tanpa meminta upah dari penduduk kampung. Nabi Musa terheran-heran melihat tindakannya. Nabi Khidir pun beralasan, bahwa rumah tersebut milik dua anak yatim dan di bawahnya terpendam harta peninggalan orang tua mereka yang salih. Allah berkehendak menjaga harta tersebut hingga kedua anak tersebut dewasa dan
mengambil manfaat dari harta itu.
Para ahli tafsir menyebutkan, bahwa di antara pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah: Allah akan menjaga keturunan seseorang manakala ia salih, walaupun ia telah meninggal dunia sekalipun.[1]
Subhânallâh, begitulah dampak positif kesalihan orang tua! Sekalipun telah meninggal dunia masih tetap dirasakan oleh keturunannya. Bagaimana halnya ketika ia masih hidup?? Tentu lebih besar dan lebih besar lagi dampak positifnya.

Urgensi Kesalihan Orang Tua dalam Mendidik Anak

Kita semua mempunyai keinginan dan cita-cita yang sama. Ingin agar keturunan kita menjadi anak yang salih dan salihah. Namun, terkadang kita lupa bahwa modal utama untuk mencapai cita-cita mulia tersebut ternyata adalah: kesalihan dan ketakwaan kita selaku orang tua. Alangkah lucunya, manakala kita berharap anak menjadi salih dan bertakwa, sedangkan kita sendiri berkubang dalam maksiat dan dosa!
Kesalihan jiwa dan perilaku orangtua mempunyai andil yang sangat besar dalam membentuk kesalihan anak. Sebab ketika si anak membuka matanya di muka bumi ini, yang pertama kali ia lihat adalah ayah dan bundanya. Manakala ia melihat orangtuanya berhias akhlak mulia serta tekun beribadah, niscaya itulah yang akan terekam dengan kuat di benaknya. Dan insya Allah itupun juga yang akan ia praktekkan dalam kesehariannya. Pepatah mengatakan, “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya”. Betapa banyak ketakwaan pada diri anak disebabkan ia mengikuti ketakwaan kedua orangtuanya atau salah seorang dari mereka. Ingat karakter dasar manusia, terutama anak kecil, yang suka meniru!

Beberapa Contoh Aplikasi Nyatanya

Manakala kita menginginkan anak kita rajin untuk mendirikan shalat lima waktu, gamitlah tangannya dan berangkatlah ke masjid bersama. Bukan hanya dengan berteriak memerintahkan anak pergi ke masjid, sedangkan Anda asyik menonton televisi.
Jika Anda berharap anak rajin membaca al-Quran, ramaikanlah rumah dengan lantunan ayat-ayat suci al-Quran yang keluar dari lisan ayah, ibu ataupun kaset dan radio. Jangan malah Anda menghabiskan hari-hari dengan membaca koran, diiringi lantunan langgam gendingan atau suara biduanita yang mendayu-dayu!
Kalau Anda menginginkan anak jujur dalam bertutur kata, hindarilah berbohong sekecil apapun. Tanpa disadari, ternyata sebagai orang tua kita sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak kita meminta ikut atau mengajak jalan-jalan mengelilingi perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengatakan, “Bapak hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya. Sebentaaar saja ya sayang…” Tapi ternyata, kita malah pulang malam!
Dalam contoh di atas, sejatinya kita telah berbohong kepada anak, dan itu akan ditiru olehnya. Terus apa yang sebaiknya kita lakukan? Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan lembut dan penuh kasih serta pengertian, “Sayang, bapak mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo bapak ke kebun binatang, insya Allah kamu bisa ikut.”
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya akan membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita perlu bersabar dan melakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan memahami mengapa orang tuanya selalu pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut.
Anda ingin anak jujur? Mulailah dari diri Anda sendiri!

Sebuah Renungan Penutup

Tidak ada salahnya kita putar ingatan kepada beberapa puluh tahun ke belakang, saat sarana informasi dan telekomunikasi masih amat terbatas, lalu kita bandingkan dengan zaman ini dan dampaknya yang luar biasa untuk para orang tua dan anak.
Dulu, masih banyak ibu-ibu yang rajin mengajari anaknya mengaji, namun sekarang mereka telah sibuk dengan acara televisi. Dahulu ibu-ibu dengan sabar bercerita tentang kisah para nabi, para sahabat hingga teladan dari para ulama, sekarang mereka lebih nyaman untuk menghabiskan waktu ber-facebook-an dan akrab dengan artis di televisi. Dulu bapak-bapak mengajari anaknya sejak dini tatacara wudhu, shalat dan ibadah primer lainnya, sekarang mereka sibuk mengikuti berita transfer pemain bola!
Bagaimana kondisi anak-anak saat ini, dan apa yang akan terjadi di negeri kita lima puluh tahun ke depan, jika kondisi kita terus seperti ini?? Jika kita tidak ingin menjumpai mimpi buruk kehancuran negeri ini, persiapkan generasi muda sejak sekarang. Dan untuk merealisasikan itu, mulailah dengan memperbaiki diri kita sendiri selaku orangtua! Sebab mendidik anak memerlukan kesalihan orangtua.
Semoga Allah senantiasa meridhai setiap langkah baik kita, amien…

JURUS KETIGA: MENDIDIK ANAK PERLU KEIKHLASAN

Ikhlas merupakan ruh bagi setiap amalan. Amalan tanpa disuntik keikhlasan bagaikan jasad yang tak bernyawa. Termasuk jenis amalan yang harus dilandasi keikhlasan adalah mendidik anak. Apa maksudnya?
Maksudnya adalah: Rawat dan didik anak dengan penuh ketulusan dan niat ikhlas semata-mata mengharapkan keridhaan Allah ta’ala. Canangkan niat semata-mata untuk Allah dalam seluruh aktivitas edukatif, baik berupa perintah, larangan, nasehat, pengawasan maupun hukuman. Iringilah setiap kata yang kita ucapkan dengan keikhlasan..
Bahkan dalam setiap perbuatan yang kita lakukan untuk merawat anak, entah itu bekerja membanting tulang guna mencari nafkah untuknya, menyuapinya, memandikannya hingga mengganti popoknya, niatkanlah semata karena mengharap ridha Allah.

Apa Sih Kekuatan Keikhlasan?

Ikhlas memiliki dampak kekuatan yang begitu dahsyat. Di antaranya:
1. Dengan ketulusan, suatu aktivitas akan terasa ringan
Proses membuat dan mendidik anak, mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, membimbing hingga mendidik, jelas membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Puluhan tahun! Tentu di rentang waktu yang cukup panjang tersebut, terkadang muncul dalam hati rasa jenuh dan kesal karena ulah anak yang kerap menjengkelkan. Seringkali tubuh terasa super capek karena banyaknya pekerjaan; cucian yang menumpuk, berbagai sudut rumah yang sebentar-sebentar perlu dipel karena anak ngompol di sana sini dan tidak ketinggalan mainan yang selalu berserakan dan berantakan di mana-mana. Anda ingin seabreg pekerjaan itu terasa ringan? Jalanilah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan! Sebab seberat apapun pekerjaan, jika dilakukan dengan ikhlas insya Allah akan terasa ringan, bahkan menyenangkan. Sebaliknya, seringan apapun pekerjaan, kalau dilakukan dengan keluh kesah pasti akan terasa seberat gunung dan menyebalkan.
2. Dengan keikhlasan, ucapan kita akan berbobot
Sering kita mencermati dan merasakan bahwa di antara kata-kata kita, ada yang sangat membekas di dada anak-anak yang masih belia hingga mereka dewasa kelak. Sebaliknya, tak sedikit ucapan yang bahkan kita teriakkan keras-keras di telinganya, ternyata berlalu begitu saja bagai angin malam yang segera hilang kesejukannya begitu mentari pagi bersinar. Apa yang membedakan? Salah satunya adalah kekuatan yang menggerakkan kata-kata kita. Jika Engkau ucapkan kata-kata itu untuk sekadar meluapkan amarah, maka anak-anak itu akan mendengarnya sesaat dan sesudah itu hilang tanpa bekas. Namun jika Engkau ucapkan dengan sepenuh hati sambil mengharapkan turunnya hidayah untuk anak-anak yang Engkau lahirkan dengan susah payah itu, insya Allah akan menjadi perkataan yang berbobot. Sebab bobot kata-kata kita kerap bersumber bukan dari manisnya tutur kata, melainkan karena kuatnya penggerak dari dalam dada; iman kita dan keikhlasan kita…
3. Dengan keikhlasan anak kita akan mudah diatur
Jangan pernah meremehkan perhatian dan pengamatan anak kita. Anak yang masih putih dan bersih dari noda dosa akan begitu mudah merasakan suasana hati kita. Dia bisa membedakan antara tatapan kasih sayang dengan tatapan kemarahan, antara dekapan ketulusan dengan pelukan kejengkelan, antara belaian cinta dengan cubitan kesal. Bahkan ia pun bisa menangkap suasana hati orang tuanya, sedang tenang dan damaikah, atau sedang gundah gulana?
Manakala si anak merasakan ketulusan hati orangtuanya dalam setiap yang dikerjakan, ia akan menerima arahan dan nasihat yang disampaikan ayah dan bundanya, karena ia menangkap bahwa segala yang disampaikan padanya adalah semata demi kebaikan dirinya.
4. Dengan keikhlasan kita akan memetik buah manis pahala
Keikhlasan bukan hanya memberikan dampak positif di dunia, namun juga akan membuahkan pahala yang amat manis di alam sana. Yang itu berujung kepada berkumpulnya orangtua dengan anak-anaknya di negeri keabadian; surga Allah yang penuh dengan keindahan dan kenikmatan.
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
Artinya: “Orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami akan pertemukan mereka dengan anak cucu mereka.” (Q.S. Ath-Thur: 21)
Dipertemukan di mana?
Di surga Allah Jalla wa  ’Ala![2]

Mulailah dari Sekarang!

Latih dan biasakan diri untuk ikhlas dari sekarang, sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan.
Kalau Engkau bangun di tengah malam untuk membuatkan susu buat anakmu, aduklah ia dengan penuh keikhlasan sambil mengharap agar setiap tetes yang masuk kerongkongannya akan menyuburkan setiap benih kebaikan dan menyingkirkan setiap bisikan yang buruk.
Kalau Engkau menyuapkan makanan untuknya, suapkanlah dengan penuh keikhlasan sembari memohon kepada Allah agar setiap makanan yang mengalirkan darah di tubuh mereka akan mengokohkan tulang-tulang mereka, membentuk daging mereka dan membangkitkan jiwa mereka sebagai penolong-penolong agama Allah. Sehingga dengan itu, semoga setiap suapan yang masuk ke mulut mereka akan membangkitkan semangat dan meninggikan martabat. Mereka akan bersemangat untuk senantiasa menuntut ilmu, beribadah dengan tekun kepada Allah dan meninggikan agama-Nya. Amîn yâ mujîbas sâ’ilîn…

JURUS KEEMPAT: MENDIDIK ANAK PERLU KESABARAN

Sabar merupakan salah satu syarat mutlak bagi mereka yang ingin berhasil mengarungi kehidupan di dunia. Kehidupan yang tidak lepas dari susah dan senang, sedih dan bahagia, musibah dan nikmat, menangis dan tertawa, sakit dan sehat, lapar dan kenyang, rugi dan untung, miskin dan kaya, serta mati dan hidup.
Di antara episode perjalanan hidup yang membutuhkan kesabaran ekstra adalah masa-masa mendidik anak. Sebab rentang waktunya tidak sebentar dan seringkali anak berperilaku yang tidak sesuai dengan harapan kita.

Contoh Aplikasi Kesabaran

1. Sabar dalam membiasakan perilaku baik terhadap anak
Anak bagaikan kertas yang masih putih, tergantung siapa yang menggoreskan lukisan di atasnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan hal itu dalam sabdanya,
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوِ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمجِّسَانِهِ
“Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)
Andaikan sejak kecil anak dibiasakan berperilaku baik, mulai dari taat beribadah hingga adab mulia dalam keseharian, insya Allah hal itu akan sangat membekas dalam dirinya. Sebab mendidik di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu. Mengukir di atas batu membutuhkan kesabaran dan keuletan, namun jika ukiran tersebut telah jadi niscaya ia akan awet dan tahan lama.
2. Sabar dalam menghadapi pertanyaan anak
Menghadapi pertanyaan anak, apalagi yang baru saja mulai tumbuh dan menginginkan untuk mengetahui segala sesuatu yang ia lihat, memerlukan kesabaran yang tidak sedikit. Terkadang timbul rasa jengkel dengan pertanyaan anak yang tidak ada habis-habisnya, hingga kerap kita kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaannya.
Sesungguhnya kesediaan anak untuk bertanya kepada kita, ‘seburuk’ apa pun pertanyaan yang ia lontarkan, merupakan pertanda bahwa mereka memberikan kepercayaannya kepada kita untuk menjawab. Maka jalan terbaik adalah menghargai kepercayaannya dengan tidak mematikan kesediaannya untuk bertanya, serta memberikan jawaban yang mengena dan menghidupkan jiwa. Jika kita ogah-ogahan untuk menjawab pertanyaan anak atau menjawab sekenanya atau bahkan justru menghardiknya, hal itu bisa berakibat fatal. Anak tidak lagi percaya dengan kita, sehingga ia akan mencari orang di luar rumah yang dianggapnya bisa memuaskan pertanyaan-pertanyaan dia. Dan tidak ada yang bisa menjamin bahwa orang yang ditemuinya di luar adalah orang baik-baik! Ingat betapa rusaknya pergaulan di luar saat ini!
3. Sabar menjadi pendengar yang baik
Banyak orang tua adalah pendengar yang buruk bagi anak-anaknya. Bila ada suatu masalah yang terjadi pada anak, orangtua lebih suka menyela, langsung menasihati tanpa mau bertanya permasalahannya serta asal-usul kejadiannya.
Salah satu contoh, anak kita baru saja pulang sekolah yang mestinya siang ternyata baru pulang sore hari. Kita tidak mendapat pemberitahuan apa pun darinya atas keterlambatan tersebut. Tentu saja kita merasa kesal menunggu, sekaligus juga khawatir. Lalu pada saat anak kita sampai dan masih lelah, kita langsung menyambutnya dengan serentetan pertanyaan dan omelan. Bahkan setiap kali anak hendak berbicara, kita selalu memotongnya, dengan ungkapan, “Sudah-sudah tidak perlu banyak alasan”, atau “Ah, papa/mama tahu kamu pasti main ke tempat itu lagi kan?!” Akibatnya, ia malah tidak mau bicara dan marah pada kita.
Pada saat seperti itu, yang sangat dibutuhkan oleh seorang anak adalah ingin didengarkan terlebih dahulu dan ingin diperhatikan. Mungkin keterlambatannya ternyata disebabkan adanya tugas mendadak dari sekolah. Ketika anak tidak diberi kesempatan untuk berbicara, ia merasa tidak dihargai dan akhirnya dia juga berbalik untuk tidak mau mendengarkan kata-kata kita.
Yang sebaiknya dilakukan adalah, kita memulai untuk menjadi pendengar yang baik. Berikan kepada anak waktu yang seluas-luasnya untuk mengungkapkan segalanya. Bersabarlah untuk tidak berkomentar sampai saatnya tiba. Ketika anak sudah selesai menjelaskan duduk permasalahan, barulah Anda berbicara dan menyampaikan apa yang ingin Anda sampaikan.
4. Sabar manakala emosi memuncak
Hendaknya kita tidak memberikan sanksi atau hukuman pada anak ketika emosi kita sedang memuncak. Pada saat emosi kita sedang tinggi, apa pun yang keluar dari mulut kita, cenderung untuk menyakiti dan menghakimi, tidak untuk menjadikan anak lebih baik.
Yang seyogyanya dilakukan adalah: bila kita dalam keadaan sangat marah, segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara yang tepat untuk menurunkan amarah kita dengan segera. Bisa dengan mengamalkan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; yakni berwudhu.
Jika kita bertekad untuk tetap memberikan sanksi, tundalah sampai emosi kita mereda. Setelah itu pilih dan susunlah bentuk hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuatnya. Ingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan untuk menyakiti.

Berakit-rakit ke Hulu

Pepatah Arab mengatakan, “Sabar bagaikan buah brotowali, pahit rasanya, namun kesudahannya lebih manis daripada madu”.
Sabar dalam mendidik anak memang terasa berat, namun tunggulah buah manisnya kelak di dunia maupun akhirat. Di dunia mereka akan menjadi anak-anak yang menurut kepada orangtuanya insya Allah. Dan manakala kita telah masuk di alam akhirat mereka akan terus mendoakan kita, sehingga curahan pahala terus mengalir deras. Semoga…

JURUS KELIMA: MENDIDIK ANAK PERLU IRINGAN DOA

Beberapa saat lalu saya mampir shalat Jumat di masjid salah satu perumahan di bilangan Sokaraja Banyumas. Di sela-sela khutbahnya, khatib bercerita tentang kejadian yang menimpa sepasang suami istri. Keduanya terkena stroke, namun sudah sekian bulan tidak ada satupun di antara anaknya yang datang menjenguk. Manakala dibesuk oleh si khatib, sang bapak bercerita sambil menangis terisak,
“Mungkin Allah telah mengabulkan doa saya. Sekarang inilah saya merasakan akibat dari doa saya! Dahulu saya selalu berdoa agar anak-anak saya jadi ‘orang’. Berhasil, kaya, sukses, dan seterusnya. Benar, ternyata Allah mengabulkan seluruh permintaan saya. Semua anak saya sekarang menjadi orang kaya dan berhasil. Mereka tinggal di berbagai pulau di tanah air, jauh dari saya. Memang
mereka semua mengirimkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit dan semua menelpon saya untuk segera berobat. Namun, bukan itu yang saya butuhkan saat ini. Saya ingin belaian kasih sayang tangan mereka. Saya ingin dirawat dan ditunggu mereka, sebagaimana dulu saya merawat mereka.”
Ya, berhati-hatilah Anda dalam memilih redaksi doa, apalagi jika itu ditujukan untuk anak Anda. Tidak ada redaksi yang lebih baik dibandingkan redaksi doa yang diajarkan dalam al-Quran dan Hadits; “Rabbanâ hablanâ min azwâjinâ wa dzurriyyâtinâ qurrata a’yun, waj’alnâ lil muttaqîna imâmâ” (Wahai Rabb kami, karuniakanlah pada kami pasangan dan keturunan yang menyejukkan
pandangan mata. Serta jadikanlah kami imam bagi kaum muttaqin). (Q.S. Al-Furqan: 74)

Seberapa Besar Sih Kekuatan Doa?

Sebesar apapun usaha orangtua dalam merawat, mendidik, menyekolahkan dan mengarahkan anaknya, andaikan Allah ta’ala tidak berkenan untuk menjadikannya anak salih, niscaya ia tidak akan pernah menjadi anak salih. Hal ini menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah dan betapa kecilnya kekuatan kita. Ini jelas memotivasi kita untuk lebih membangun ketergantungan dan rasa tawakkal kita kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Dengan cara, antara lain, memperbanyak menghiba, merintih, memohon bantuan dan pertolongan dari Allah dalam segala sesuatu, terutama dalam hal mendidik anak.
Secara khusus, doa orangtua untuk anaknya begitu spesial. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hal itu dalam sabdanya,
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Tiga doa yang akan dikabulkan tanpa ada keraguan sedikitpun. Doa orangtua, doa musafir dan doa orang yang dizalimi.” (H.R. Abu Dawud dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani)

Sejak Kapan Kita Mendoakan Anak Kita?

Sejak Anda melakukan proses hubungan suami istri telah disyariatkan untuk berdoa demi kesalihan anak Anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ وَقَالَ: “بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَارَزَقْتَنَا” فَرُزِقَا وَلَدًا لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ
“Jika salah seorang dari kalian sebelum bersetubuh dengan istrinya ia membaca “Bismillah, allôhumma jannibnasy syaithôn wa jannibisy syaithôna mâ rozaqtanâ” (Dengan nama Allah. Ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan pada kami), lalu mereka berdua dikaruniai anak, niscaya setan tidak akan bisa mencelakakannya.” Hadits riwayat Bukhari (hal. 668 no. 3271) dan Muslim (X/246 no. 3519) dari Ibnu Abbas.
Ketika anak telah berada di kandungan pun jangan pernah lekang untuk menengadahkan tangan dan menghadapkan diri kepada Allah, memohon agar kelak keturunan yang lahir ini menjadi generasi yang baik. Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mencontohkan,
زَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Wahai Rabbi, anugerahkanlah kepadaku (anak) yang termasuk orang-orang salih.” (Q.S. ash-Shâffât: 100).
Nabi Zakariya ‘alaihis salam juga demikian,
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Ya Rabbi, berilah aku dari sisiMu keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (Q.S. Ali Imran: 38).
Setelah lahir hingga anak dewasa sekalipun, kawal dan iringilah terus dengan doa. Pilihlah waktu-waktu yang mustajab. Antara azan dengan iqamah, dalam sujud dan di sepertiga malam terakhir misalnya. Bahkan tidak ada salahnya ketika berdoa, Anda perdengarkan doa tersebut di hadapan anak Anda. Selain untuk mengajarkan doa-doa nabawi tersebut, juga agar dia melihat dan memahami betapa besar harapan Anda agar dia menjadi anak salih.

Awas, Hati-hati!

Doa orang tua itu mustajab, baik doa tersebut bermuatan baik maupun buruk. Maka berhati-hatilah wahai para orangtua. Terkadang ketika Anda marah, tanpa terasa terlepas kata-kata yang kurang baik terhadap anak Anda, lalu Allah mengabulkan ucapan tersebut, akibatnya Anda menyesal seumur hidup.
Dikisahkan ada seorang yang mengadu kepada Imam Ibn al-Mubarak mengeluhkan tentang anaknya yang durhaka. Beliau bertanya, “Apakah engkau pernah mendoakan tidak baik untuknya?”
“Ya” sahutnya.
“Engkau sendiri yang merusak anakmu,” pungkas sang Imam.
***
Pesantren Tunas Ilmu, Kedungwuluh Purbalingga, 9 Ramadhan 1432 / 9 Agustus 2011
Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A.
[1] Lihat: Tafsîr ath-Thabary (XV/366), Tafsîr al-Baghawy (V/196), Tafsîr al-Qurthuby (XIII/356), Tafsîr Ibn Katsîr
(V/186-187), Tafsîr al-Jalâlain (hal. 302-303) dan Tafsîr as-Sa’dy (hal. 435)
[2] Sebagaimana dalam penafsiran Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma yang diriwayatkan Imam al-Baihaqy dalam Kitab al-
I’tiqâd (hal. 183)

pingin Curhat

Cukup lama rasanya tangan ini tak merangkai kata-kata yang tersirat di kedalaman hati.Yang dulu sering kali menjadi sahabat paling setia mendengar,menampung curahan jiwa tanpa pernah mengeluh bosan.Waktu begitu tenang membawaku menjalani sisa-sisa usia.Ada rindu selintas kisah dulu acapkali terbebas rutinitas selalu terluang waktu untuk mengoreskan kesah hati.Syukur pada Rabbku yang masih melimpahkan Rahmad serta hidayahNya  yang tak terkira hingga detik ini masih di beri iman Islam dan senantiasa meluapkan kasih-sayangNya Bukti Allah ta'ala begitu mengasihi ciptaanNya.

10 bulan yang lalu Allah telah berkehendak mengubah jalan hidupku,memprtemukanku dengan hamba pilihan sebagai teman hati yang berjiwa lapang menerima segala kekurangan tanpa ada kesah.Dan selalu ku temui senyum di wajah pasnya.Hingga Allah ta'ala mempercayai kami untuk mengemban amanahNya.Allah mendengarkan doa-doa kami.Menghadirkan malaikat kecil dalam hidup kami sebagai penyejuk,penghibur hari-hari kami.Alhamdulillah masa-masa sulit itu telah ku lewati dengan semangat meski kadang aku harus terkapar oleh rasa malas yang berlebih ;(.Keluhan-keluhan selalu saja terlontar spontan ke pendamping jiwaku...perubahan hormon dalam tubuh cukup membuatku tak nyaman.Nafsu makan yang tiba-tiba hilang,mual kadangpun datang membuatku  lemas tak berdaya berakibat nafsu tidur naik dratis...

Bersyukur masa itu telah berlalu.....kini udah 7 bulan masa kandungan itu...udah bisa merasakan gerakan lembutnya hasil USG pun Alamdulillah si malaikat kecilku bagus dan normal....capek ach esok lagi di terusin

Mengintip dosa-dosa istri


1. BERLEBIHAN DALAM MENUNTUT KESEMPURNAAN
Ada tipe istri yang tenggelam dalam khayalan dan berlebihan dalam menuntut kesempurnaan dari suaminya. Ia mengira bahwa pernikahan selalunya indah, rumahtangga adalah limpahan nikmat layaknya syurga firdaus; tiada kesusahan, beban berat ataupun kesulitan. Fantasinya selalu mengangankan demikianlah halnya pernikahan, tidak ada tantangan, penghalang atau problematika. Sehingga ketika ia berbenturan dengan realita berikut tanggungjawab yang harus dijalaninya, ia menolak dan tidak dapat menerimanya. Ia mengira dirinya telah salah dalam memilih pendamping hidup. Bahkan, tidak sedikit yang cenderung kepada perceraian guna membebaskan diri dari berbagai ikatan.

Hal ini terjadi (biasanya) karena lemahnya keimanan kepada Allah, kurangnya pendidikan seputar keluarga dan problematikanya, mendapat fasilitas yang memanjakan sejak kecilnya. Dan diantara faktor penyebabnya adalah karena terinspirasi oleh cerita-cerita fiksi, sinetron-sinetron televisi ataupun film-film yang menyuguhkan roman picisan, dimana kehidupan rumah tangga digambarkan sebagai sebuah kehidupan yang terbebas dari segala macam masalah.

Sebagian yang lain justru sebaliknya, dimana kehidupan rumah tangga digambarkan sebagai neraka jahannam yang tak tertanggungkan, sehingga menginspirasikan sikap antipati terhadap pernikahan (yang kemudian mengambil jalan yang dimurkai oleh Allah seperti hubungan sejenis, kumpul kebo alias berzina dan semisalnya). Dengan demikian tidak ada pandangan realistis dan adil untuk kehidupan rumah tangga.

Maka sebagai istri yang cerdas, mesti bersikap adil dalam mengarahkan pandangannya. jangan sampai ia terlena dialam mimpi, tersesat dibelantara imajinasi dengan menuntut kesempuraan dalam hidup rumahtangga. Kehidupan pernikahan bukanlah pertunjukan yang ditampilkan hanya dalam satu periode waktu, bukan juga cerita dimana penulisnya bebas berkelana dialam maya. Namun, kehidupan pernikahan adalah realitas nyata. Didalamnya ada penderitaan dan cita-cita, ada gembira dan ada sengsara. Dan tidak ada pilihan selain menghadapi, menikmati dan memperlakukannya dengan baik. 

Yang harus difahami, bahwa pernikahan adalah sikap saling tolong menolong, saling menghargai, saling berkasih sayang, menerima serta mengakui kekurangan pihak lain. Permasalahan dan kekurangan yang menghadang ditengah perjalanan tidaklah menghapus kebahagiaannya. Bahkan terkadang permasalahan itu menjadi penyedap atau rahasia kebahagiaan sebuah pernikahan. Maka, memikul tanggung jawab dan menerima beban berat serta berbagai konsekuensi merupakan faktor terbesar bagi wujudnya kebahagiaan.

Orang yang paling nyaman adalah orang yang paling banyak merasakan kepayahan, dan orang yang paling payah adalah orang yang paling sering hidup nyaman...

wallaahu a'lam
bersambung, insya Allah...

dari suamiku  untukku dan Para Istri

Ayam Cabai hijau


Ayam Cabai HijauSource : www.detikfood.com
Bahan:
4 sdm minyak sayur
1 lembar daun kunyit, potong-potong
2 lembar daun jeruk
1 ekor ayam, potong 4 atau 12
500 ml santan kental
2 sdm air asam Jawa

Haluskan:
250 g cabai hijau
6 butir bawang merah
4 siung bawang putih
4 butir kemiri
1 sdt merica butiran
4 cm kunyit
2 cm jahe
2 cm lengkuas
2 sdt garam
Cara membuat:
Tumis bumbu halus hingga harum dan matang.
Tambahkan daun kunyit, serai dan daun jeruk. Aduk hingga layu.
Masukkan potongan ayam, aduk-aduk hingga kaku.Tuangi santan, didihkan hingga kuah tinggal sebagian.Beri air asam Jawa, aduk dan masak hingga kuah kering.
Angkat. Sajikan hangat.
Untuk 6 orang
ngantuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuk

Doa yang terdengar oleh Sang Maha Mendengar

Ujung waktu memberi jawaban atas permintaan hati :),Izin Allah Yang Maha Berkendak....Alhamdulillah.
Dalam setiap sujud hati selalu memohon ampunan,akan dosa-dosa yang di takutkan menjadi penghalang terkabulnya sebuah keinginan yang mengisi penuh dalam segenap jiwa kami.Hadirnya penyejuk jiwa,yang kelak semoga menjadi hamba pilihan yang sanggup berdiri tegak membawa agama Allah....Inilah segenap impian dan cita-cita berharap penuh dari kedalaman hati Allah Ridho akan keinginan ini.Amiiiiiiiiiiiiiiin.

Rabb   golongkan hati ini hamba-hamba-MU yang pandai bersyukur,bersabar,dan Golongkan kami orang-orang yang Engkau beri pentunjuk yang benar.Janganlah engkau murka jika seringkali  lisan hina ini berkeluh,oleh rasa tak nyaman dngan hadirnya dia yang sudah sangat hati ini berkehendak...Namun perubahan fisik ini membuatku terkapar lemah hingga membuat hati ini semakin malas......:((
Kuatkan hati ini untuk menjalani hari ini juga kedepan yang mungkin membawa banyak pengalaman yang membuatku semakin matang menghadapi kehidupan dunia yang sebentar ini.

Hembusan pagi memeluk erat ...... menentramkan jiwa yang bergolak
Menyisir tepian waktu ....untuk sebuah penantian ..pertemuan dengan-MU
Lapangkanlah hati yang menyempit Rabb.....Untuk menerima ketetapan-MU
Subhanallah walhamdulillah,Allahu Akbar.
Thanks for the ALLAH, grant and give answers to  our prayers.

;))

Embun,Rerumputan,dan Si kaki

Sebuah keinginan mendalam untuk menjadi pribadi lebih baik.......Kadang seperti terlihat di remang pagi,terasakan segarnya rerumputan yang di mandikan oleh embun.Embunpun enggan melepaskan pelukkannya di ujung rerumputan,hingga tampak kebersamaan yang indah......Keindahan itu tersempurnakan tatkala bersitan jingga di ujung timur pelan hadir menyapa penghuni semesta.

Kilauan kristal-kristal penyejuk rerumputan enggan untuk beranjak ....Namun seketika rerumputan tertunduk lesu,ketika di dapati kaki tak beretika menginjaknya keras....tidakkah ada jalan lain yang bisa kau lewati wahai kaki gerutu pasrah rerumputan.Sang kaki yang arogan seolah buta dan tuli,di saat yang sama sang embunpun juga mengumpat marah karena sang embun, terganggu kedatangan si kaki arogan yang memaksanya melepas kemesraannya dengan rerumputan.

Embun bersedih...... menyaksikan rerumputan lesu,berusaha tuk bangkit berbenah dirinya .....
bersambung..... :))
Aku mengagumi kesabaranmu   :))

Meskinya aku mampu mengungguli kesabaranmu tetapi aku terkapar di jerat amarah sendiri....Menjadi pertanyaan kadang ketika senyap menghampiri kenapa ada perubahan ini.....????

~~~~~~^___^~~~~~~

Jika kau menyadari  kekewatiranmu berlebih.....Bukankah ada Sang Maha Kaya yang mencukupi kehidupanmu.Cobalah pertanyakan pada hatimu nafsu apa yang bercokol angkuh hingga kau di selimuti ketakutan  yang berlebihan....Apakah keimananmu sedang sakit.Janganlah begitu ...apa engkau hendak berlakuak kufur akan nikmat Rabbmu.Tundukan pandanganmu...banyaklah memohon ampunan sebelum Rabbmu Murka.Bersabarlah  dan sadarilah  bukankah apa-apa yang terjadi atas dirimu...yang menyenangkan ataupun sebaliknya sudah terencara  yang datang dari Rabbmu.Semoga Allah ta'ala mengampunimu atas dosa-dosa yang engkau sadari atau tidak  kau sadari serta Allah ridha  dengan apa-apa yang engkau usahakan .amin.

Keberkahan Seuntai Kalung Putri Rasul Yang Mulia


Kalung yang mengenyangkan orang lapar, menutupi yang telanjang dan mencukupi yang miskin serta membebaskan seorang budak".


Seusai shalat berjamaah, Rasulullah saw duduk dan para sahabat melingkari beliau tiba-tiba datang seorang tua yang hampir saja tak berdaya menopang tubuhnya karena lapar.

Orang tua itu berkata : " Ya Rasulallah, aku kelaparan, berilah aku makan, aku tidak punya pakaian, beri aku pakaian dan aku miskin beri aku kecukupan ". Rasul yang dermawan itu berkata : " Aku tak punya apapun untukmu, akan tetapi orang yang memberi petunjuk kepada kebaikan ganjarannya sama dengan orang yang melakukannya, karena itu cobalah datang ke rumah orang yang mencintai Allah dan RasulNya dan dicintai oleh Allah dan RasulNya, tentu dia akan mendahului Allah ketimbang dirinya sendiri, pergilah ke rumah Fatimah, hai Bilal, tolong antarkan ia ke rumah Fatimah.

Maka berangkatlah mereka ke rumah putri Rasul yang mulia Fatimah, sesampainya didepan rumah Fatimah, ia memanggil dengan suara keras : assalamu`alaikum, wahai keluarga Nabi shallallahu alaihi wa sallam, keluarga dimana Jibril as menurunkan alqur`an dari Rab semesta alam ".

Setelah menjawab salam, Fatimah bertanya : " siapakah bapak? " Ia menjawab : " aku orang tua dari suku arab baduy, aku telah bertemu ayahmu, pemimpin umat manusia, sementara aku wahai putri Rasul, adalah orang yang tidak berpakaian, lapar dan miskin, bantulah aku, semoga Allah memberkahimu ".
Saat itu, Rasulullah dan Keluarga beliau juga sedang mengalami kesulitan yang sama, sejak tiga hari lalu mereka belum makan, Rasul pun mengetahui kondisi mereka, maka Fatimah pun mengambil kulit domba yang biasa dipakai Hasan-Husain untuk alas tidur kedunya.

" Ambillah ini, semoga bapak mendapatkan sesuatu yang lebih baik darinya " kata Fatimah sambil memberikan kulit itu. Orang tua itu berkata : " Wahai putri Nabi, aku mengadukan keadaanku yang lapar, tapi engkau hanya memberi kulit domba ini ? apa yang bisa aku perbuat dengan kulit ini? ".

Mendengar ucapan orang tua itu, Fatimah mengambil kalung yang dikenakanya dan hanya itulah satu-satunya milik yang paling berharga, diserahkanya kalung tersebut sambil berkata : " Ambillah ini dan juallah. Semoga Allah memberimu sesuatu yang lebih baik ".

Orang itupun menerima kalung itu  dengan gembira lalu pergi ke masjid untuk menjumpai Rasulullah, sesampainya di masjid ia menigatakan kepada Rasulullah : " Ya Rasulallah, Fatimah putrimu telah memberikan kalung ini dan ia berkata : " Juallah kalung ini, semoga Allah memberimu sesuatu yang lebih baik ".

Mendengar itu, Rasulullah pun menangis. Ammar pun berdiri seraya berkata : "Ya Rasulallah apakah anda mengizinkanku untuk membeli kalung itu? ". Rasulullah menjawab : ”Belilah wahai Ammar, sekiranya jin dan manusia ikut membelinya tentu Allah tidak akan menyiksa mereka dengan api neraka”. Ammar bertanya : ”Dengan harga berapa engkau akan menjual kalung itu wahai saudaraku?”.

Orang itu menjawab :”Seharga roti dan daging yang akan menghilangkan rasa laparku, selembar kain yaman yang akan menutupi auratku agar aku dapat shalat menghadap Rabbku dan satu dinar uang untuk pulang menemui keluargaku”.


Kemudian Ammar menjual bagian harta rampasan perang yang didapatkannya dari Rasulullah, tidak ada yang tersisa sedikitpun, ia berkata kepada orang arab baduy itu : "Anda akan saya beri uang 20 dinar 200 dirham, sehelai kain yaman, kendaraanku untuk mengantarkanmu sampai ke rumahmu dan rasa kenyang dari roti dan daging”.
Orang itu berkata : “Duhai, betapa pemurahnya tuan ini. Semoga Allah memberkahi anda wahai tuan yang mulia”.


Ammar mengajak orang itu ke rumahnya dan memberikan semua yang dijanjikan kepadanya. Kemudian orang itu menjumpai Nabi shallallahu alaihi wa sallam, yang kemudian berkata : ”Sudahkah anda kenyang dan berpakaian?” Orang itu berkata : "Sudah Ya Rasulallah, bahkan demi Allah, aku menjadi orang yang kaya saat ini”.
Rasulullah bersabda :”Jika demikian, balaslah Fatimah atas perbuatannya”.

Orang itu berdoa :” Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Tuhan, kami tidak mengabdi melainkan hanya pada-Mu. Ya Allah berilah kepada Fatimah hal-hal yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah terbayang oleh hati manusia”.

Rasulullah mengamini doa orang itu lalu menjumpai para sahabat seraya berkata : "Sesungguhnya Allah telah memberikan hal itu kepada Fatimah di dunia, demikian itu karena aku adalah ayahnya, tidak ada seorangpun yang semisal denganku, Ali adalah suaminya, tidak ada orang yang sebanding dengannya, Allah juga memberinya Hasan dan Husain tidak ada manusia yang semisal dengan keduanya di alam ini keduanya adalah pemimpin pemuda surga”.
Diantara sahabat mulia yang hadir saat itu adalah Miqdad ibn Amr, Ammar, dan Salman radhiyallahu anhum, Rasulullah bertanya : ”Maukah aku tambah lagi?” “Mau Ya Rasulallah”. Jawab mereka singkat.

Rasulullah bersabda :”Baru saja malaikat Jibril datang padaku dan berkata : ”Jika Fatimah telah dipanggil oleh Allah dan saat di kuburnya akan ditanya, siapa Tuhanmu? Maka ia menjawab : Tuhanku adalah Allah, kemudian ditanya: Siapakah Nabimu? Maka ia akan menjawab : Nabiku adalah ayahku. Siapa yang berziarah kepadaku setelah wafatku seolah dia mengunjungiku pada saat hidupku dan siapa yang berziarah kepada Fatimah, seakan ia berziarah kepadaku”.

Ammar pulang ke rumahnya mengambil kalung itu lalu meneteskan minyak misik dan membungkusnya dengan kain Yaman, ia memiliki seorang budak yang bernama Sahmun yang ia beli dari ghanimah yang didapatkannya saat perang kahibar. Kalung itu diserahkan kepada budaknya seraya berkata : ”Berikan ini kepada Rasulullah dan engaku sendiri aku hadiahkan untuk beliau”.


Budak itupun mengambil bungkusan kalung tersebut dan membawanya kepada Rasulullah lalu menyampaikan apa yang dikatakan Ammar. Rasulullah bersabda : "Pergilah kepada Fatimah, berikan kalung itu kepadanya dan engkau menjadi miliknya”.

Datanglah budak itu menyampaikan apa yang dikatakan Rasulullah kepada Fatimah, Fatimah lalu menerima kalung itu, kemudian membebaskan Sahmun dari statusnya sebagai budak. Sahmun pun tertawa.

Fatimah bertanya :” Apa yang membuatmu tertawa ya ghulam?” Sahmun berkata : "Betapa besarnya keberkahan kalung ini, inilah yang membuatku tertawa. Kalung ini telah mengenyangkan orang yang lapar, memberi pakaian orang yang telanjang, menjadikan kaya orang yang miskin dan memerdekakan seorang budak, lalu kembali kepada pemiliknya”.

Oleh : Ibnu Hasan Ath-Thobari
http://www.eramuslim.com/syariah/bercermin-salaf/keberkahan-seuntai-kalung-putri-rasul-yang-mulia.htm

Tawakal Anak Yatim


Seseorang masuk ke dalam masjid Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (Nabawi) di luar waktu shalat jamaah. Ia mendapatkan seorang anak yang umurnya belum genap 10 tahun sedang khusyu’ berdiri untuk shalat. Laki-laki itu menunggu anak tersebut menyelesaikan shalatnya. Dia menghampiri anak tersebut, mengucapkan salam lalu bertanya, 
“Kamu anak siapa, Nak?” 
“Saya anak yatim, ayah ibuku telah tiada.”
“Wahai anak, maukah engkau kujadikan sebagai anakku?”
”Paman, apakah jika aku nanti lapar paman akan memberiku makan?”
”Ya, tentu,”
”Jika aku tak memiliki pakaian, apakah paman bersedia memberiku pakaian?”
”Ya.”
”Jika aku sakit, apakah paman bisa menyembuhkanku?”
”Itu bukan kuasaku wahai anakku.”
”Apakah jika aku mati, paman bisa menghidupkan aku kembali?”
”Mustahil aku mampu melakukannya wahai anakku.”
”Jika demikian, tinggalkanlah aku wahai paman, karena telah ada yang menjaminku,
(Yaitu Allah) yang telah menciptakan Aku, Maka Dialah yang menunjuki Aku,
yang Dia memberi Makan dan minum kepadaku.
Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.
Dan yang akan mematikan Aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali).
Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.” (QS asy-Syu’araa 78 – 82)
Laki-laki itupun terdiam dan meninggalkan anak itu sementara anak itu bergumam, ”aku beriman kepada Allah, dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya.” (diterjemah bebas dari al-Atqiya’ al-Akhfiya’ hal. 98, Syeikh Sa’id Abdul Azhiem, oleh Abu Umar Abdillah dan pernah dimuat di Majalah arrisalah edisi 121)
COPAZ by Abu Umar Abdillah

CAHAYA

Add caption
Di sini awal cahaya menyentuh hati yang buram....harus melewati pencarian panjang yang kadang ingin menghentikan dari langkah yang tertatih.Dari liku hidup yang begitu melelahkan saat itu.Kasih -Sayang Allahlah yang mengangkatku dari tempat-tempat yang kotor,menuntun hati untuk mendapatkan setetes hidayah-NYA Nikmat terbesar melebihi apapun.

16 OKTOBER

  16 oktober awal terbukanya kehidupan baruku 
Kehidupan yg tak hanya ada dalam imajinasiku saja.Sebuah IKRAR di atas nama Allah,Ucapan AKAD di bawah kesaksian malaikat-malaikat-NYA.Celah yang membuka pintu kehalalan,dari haram untuk di pandang merubah menjadi ladang pahala....Insyaa Allah.Atas janji Allahh akan hamban-NYA ''Jika engkau meminta kepada-KU niscaya Aku akan mengabulkannya .Dan itu benar Allah menepati janjinya.Hasrat yang tersimpan dalam imajinasiku memelukku dalam alam nyata ALHAMDULILLAH.


Masa itu telah terlewati banyak memberi pelajaran.ilmu yg terkumpul meski belum sempura di aplikasikan cukup membantu membuka jalan kemudahan .....Di situlah terasakan ketentraman yang sebelumnya tak pernah aku rasakan .Ketenangan yang Allah berikan membenarkan apa yang mereka ucapkan,,,,bahwa pernikahan itu menenangkan.



Keputusanku menuntut konsenkwensi besar pada diriku sendiri.Aku telah berani memilih dan suatu kewajiban bagiku untuk berani pula menerima.Siap menerima apa-apa yang kutemui yang ada di luar pemikiranku.Kesadaran akan Ke Maha Sempuraan Allah,memberi keuntungan padaku hatiku untuk bersahabat dengan kekurangan-kekurangannya.Tak muna meski ada desah-desah menyelip antara ruang hati karena sangat aku sadari dengan segala kelemahanku aku hanya hamba penuh dengan keterbatasan ilmu,pengalaman.

Bahagiakah aku? Aku sangat bahagia dengan apa yang ku jalani saat ini [pernikahanku]Dalam sebuah hadits telah tertulis ''Jika seorang wanita melakukan empat perkara maka Allah akan memasukan ke Surga melalui pintu manapun.Di antarany ''Jika seorang wanita menjalankan shalat 5 waktu,menjalankan puasa ramadhan,menjaga kehormatannya dan patuh pada suaminya maka Allah akan memasukan ke surga dari pintu manapun .Perkara terakhir jelas di peruntukan untuk wanita-wanita yang sudah memiliki pernikahan...berarti aku mempunyai banyak peluang untuk mendapatkan.Allah musta'an.

     Bukan sembarangan wanita sanggup mendapat predikat wanita salehah.Butuh perjuangan gigih,semangat yang tak terputus,Kesabaran tanpa batas,keikhlasan serta qonaah yang tinggi,itulah harga mahal untuk menjadi yang salehah.Bukan gamis atau jilbab lebar juga bukan cadar sebagai timbangan salehah tidaknya seorang wanita namun akhlak mulianyalah yg akan dengan sendirinya membawanya untuk salehah......dan aku sangat sadar aku hanyalah hamba yang dhaif.Yang hanya menyimpan sejuta harap kepada Allah ridha dengan yang aku ushakan serta di mudahka.amin.

Terbebaskah pernikahanku dari kemarahan? .......qiqiqiqi Seorang manusia itu tidak sehat bahkan sangat tidak sehat jika tak memiliki sifat marah.Pastinya setiap individu memiliki meski levelnya berfariasi he he he.....Semoga Allah mengampuni.