Mengintip dosa-dosa istri


1. BERLEBIHAN DALAM MENUNTUT KESEMPURNAAN
Ada tipe istri yang tenggelam dalam khayalan dan berlebihan dalam menuntut kesempurnaan dari suaminya. Ia mengira bahwa pernikahan selalunya indah, rumahtangga adalah limpahan nikmat layaknya syurga firdaus; tiada kesusahan, beban berat ataupun kesulitan. Fantasinya selalu mengangankan demikianlah halnya pernikahan, tidak ada tantangan, penghalang atau problematika. Sehingga ketika ia berbenturan dengan realita berikut tanggungjawab yang harus dijalaninya, ia menolak dan tidak dapat menerimanya. Ia mengira dirinya telah salah dalam memilih pendamping hidup. Bahkan, tidak sedikit yang cenderung kepada perceraian guna membebaskan diri dari berbagai ikatan.

Hal ini terjadi (biasanya) karena lemahnya keimanan kepada Allah, kurangnya pendidikan seputar keluarga dan problematikanya, mendapat fasilitas yang memanjakan sejak kecilnya. Dan diantara faktor penyebabnya adalah karena terinspirasi oleh cerita-cerita fiksi, sinetron-sinetron televisi ataupun film-film yang menyuguhkan roman picisan, dimana kehidupan rumah tangga digambarkan sebagai sebuah kehidupan yang terbebas dari segala macam masalah.

Sebagian yang lain justru sebaliknya, dimana kehidupan rumah tangga digambarkan sebagai neraka jahannam yang tak tertanggungkan, sehingga menginspirasikan sikap antipati terhadap pernikahan (yang kemudian mengambil jalan yang dimurkai oleh Allah seperti hubungan sejenis, kumpul kebo alias berzina dan semisalnya). Dengan demikian tidak ada pandangan realistis dan adil untuk kehidupan rumah tangga.

Maka sebagai istri yang cerdas, mesti bersikap adil dalam mengarahkan pandangannya. jangan sampai ia terlena dialam mimpi, tersesat dibelantara imajinasi dengan menuntut kesempuraan dalam hidup rumahtangga. Kehidupan pernikahan bukanlah pertunjukan yang ditampilkan hanya dalam satu periode waktu, bukan juga cerita dimana penulisnya bebas berkelana dialam maya. Namun, kehidupan pernikahan adalah realitas nyata. Didalamnya ada penderitaan dan cita-cita, ada gembira dan ada sengsara. Dan tidak ada pilihan selain menghadapi, menikmati dan memperlakukannya dengan baik. 

Yang harus difahami, bahwa pernikahan adalah sikap saling tolong menolong, saling menghargai, saling berkasih sayang, menerima serta mengakui kekurangan pihak lain. Permasalahan dan kekurangan yang menghadang ditengah perjalanan tidaklah menghapus kebahagiaannya. Bahkan terkadang permasalahan itu menjadi penyedap atau rahasia kebahagiaan sebuah pernikahan. Maka, memikul tanggung jawab dan menerima beban berat serta berbagai konsekuensi merupakan faktor terbesar bagi wujudnya kebahagiaan.

Orang yang paling nyaman adalah orang yang paling banyak merasakan kepayahan, dan orang yang paling payah adalah orang yang paling sering hidup nyaman...

wallaahu a'lam
bersambung, insya Allah...

dari suamiku  untukku dan Para Istri